Tuesday, December 14, 2010

Citarum meluap, dayeuhkolot menjadi korban

Oleh : Agung Rhama Fauja



Banjir, sebuah kata yang sudah tak asing lagi terdengar ditelinga kita, banjir sebetulnya sudah sering terjadi di kawasan bandung selatan, tepatnya daerah baleendah dan dayeuhkolot, soreh itu hujan tak kunjung jua berhenti, sungai citarumpun tarus menguap sampai airpun mengalir ke pemukiman penduduk, rasa gelisa yang bercampur dengan rasa tegang terus menyelimuti perasaan dalam hati para penghuni mess putra, hal itu dikarenakan mess kami berada dilantai bawah, para penghuni messpun banyak yang memilih untuk tidak terlelap dalam tidur mereka, karena khawatir akan kondisi air yang sudah mengelilingi dinding kawasan pemukiman BBS, akhirnya kamipun memutuskan beberapa orang untuk berjaga–jaga kalau nantinya banjir dapat menjebol dinding BBS, maka ada yang dapat memberikan informasi pada penghuni mess lainnya, sehingga kami dapat menyelamatkan semua barang-barang kami, namun mengingat kejadian tahun-tahun sebelumnya banjir sudah sering melanda Balai Besar Selulosa (BBS), namun dinding kokoh yang mengelilingi BBS tersebut dapat menahan kuatnya terjangan banjir yang datang, melihat dari sudut tersebut tidak ada satupun mahasiswa yang mengantisipasi barang mereka untuk diletakkan dilantai atas, semuanya memilih untuk tetap membiarkan barang mereka pada tempatnya semula.
Tepatnya pukul 02.00 dini hari, ketika para mahasiswa sedang menikmati mimpi-mimpi indah mereka, dinding yang menjadi kebanggan BBS tersebut, tak kuasa lagi menahan terjangan banjir, melihat kejadian itu para petugas yang sebelumnya sudah berjaga-jaga mengantisipasi banjir tersebut berteriak teriak, “banjir......banjir...selametin barang-barang kalian” itulah kata yang terdengar keras melalui sebuah alat pengeras suara yang diteriakan salah satu mahasiswa ATPK, sambil berteriak tergesah-gesah berlomba dengan datangnya banjir yang begitu derasnya, dengan rasa kantuk yang terus menyelimuti para mahasiswa semuanya secara spontan dilakukan, gotong royong yang terbentuk akibat spontanitas rasa kaget ternyata cukup membantu, namun banjir yang datang hanya hitungan menit saja telah menghampiri mess kesayangan kami,bagaikan diterjang TONan air, rasanya tak ada arti kekuatan pintu mess kami, hanya hitungan detik saja setelah mendorong daun pintu tersebut langsung terlepas, kacanya yang kokoh, bagaikan balon yang ditusuk oleh jarum pecah seketika,TON an air masuk kesemua ruangan mess kami “seperti perampok yang memaksa masuk tanpa izin tuan rumah”, namun apadaya kami, tak semua barang barang kami yang terselamatkan, bahkan barang paling berharga kami seperti buku kuliah, buku pelajaran tak jua terselamtkan, apalagi kalau bicara pakaian, ada saja teman saya yang tak sempat lagi menyelamatkan pakaian mereka didalam lemari, anamun kalu bicara pakaian, mayoritas dari kami kehilangan semua sepatu mereka, hal ini dikarenakan kami meletakkan sepatu pada tempat sepatu yang digabungkan menjadi satu, sedangkan letaknya terletak didekat pintu yang diterjang oleh penjahat banjir tersebut, jangankan yang berada diluar kamar, perlengkapan yang berada didalam kamar saja tak semuanya dapat kami selamatkan, itulah efek panik yang merugikan , namun apa daya, kami hanya bisa terduduk lesu di lantai atas yang sudah penuh dengan barang barang yang baru saja di angkat secara bergotong royong tersebut, dan hanya dapat melihat banjir yang leluasa mengobrak-abrik mess tercinta kami, tak kuasa ingin mengambil barang barang yang masih tersisah di kamar, namun hal itu rasanya begitu sulit, dikarenakan debit air begitu derasnya masuk kedalam yang dapat menghanyutkan apa saja yang menghalanginya, sebetulnya kami bisa saja menyelamatkan sisa–sisa barang kami yang masih tersisah dikamar, namun kotornya air, dan baunya yang menyengat serta bercampur semua sampah membuat para penghuni mess hanya pasrah dengan keegoisan banjir saat itu, rasa sesallah yang tersisah didalam benak kami, namun apalah artinya, bagai pepatah “ nasi sudah menjadi bubur”, mau bagaimana lagi itulah sebuah penyesalan, sempat terbesit dibenakku, “coba aja kalo tadi malam sebelum banjir, gw dah narok barang dilantai atas,mungkin barang-barang gw gak bakal ada yang hilang ataupun terbawa hanyut ama banjir...!!! ”, itulah juga penyesalan yang menyelimuti anak-anak ATPK yang lain, namun kejadian ini sangat jauh diluar dugaan kami.
Sebetulnya sangat sulit sekali menggambarkan situasi, maupun kondisi saat tengah malam itu, karena kejadiannya begitu cepat sekali, banyak yang merasa hal ini seolaah-olah hanya mimpi, bukan realita yang terjadi saat itu, rasa kantuk, kaget, cemas, penyesalan, lega semuanya bergabung menjadi “secangkir perasaan campur sari”, itulah istilah yang saya berikan pada perasaan kami malam itu, dengan ditutupi celana yang sudah setengah basah aku hanya bisa terduduk lesu, rasa kantukpun sudah hilang direnggut oleh banjir itu, namun tak semuanya merasa bersedih dan menyesal, ada juga mahasiswa lainnya yang berhasil menyelamatkan laptop mereka justru sedang asik bermain game tanpa menghiraukan banjir yang tak diundang itu, setelah air sudah sama rata antara dibagian dalam mess dan di luar mess tekanannyapun sudah hilang, hanyalah air kotor yang tersisah, “bagaikan bayi yang sudah diberi susu”, itu arus air yang ada di dalam mess tersebut usai air tersebut masuk ke dalam mess, beberapa temanku justru memutuskan untuk kembali menyelamatkan barang barang mereka yang masih tersisah, namun keadaan mess yang sudah terisi penuh dengan air kotor memaksa mereka untuk berenang, hal itu dikarenakan air yang berada didalam mess sekitar 1,8 meter,”ayo tunggu apalagi,buruan renang ambil barang lo...!!” seru ku pada temanku yang tadinya berniat ingin mengambil barang-barang mereka, tanpa pikir panjang lagi merekapun melepaskan pakaian mereka dan hanya menyisahkan pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka..akhirnya akupun ikut berenang membantu mereka mengambil barang barang mereka, perjuangan kamipun tak sia-sia barang tersebut berhasil didapatkan, namun rasa gatal seolah mengelitik diseluruh tubuh, akhirnya kamipun memutuskan untuk mandi namun listrik tak memihak pada kami, dikarenakan banjir seluruh arus listrik dimatikan hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya sentruman terhadap penghuni mess disekitar sumber listrik tersebut, kembali kemasalah gatal yang terus menggelitik tadi, akhirnya kami pun memutuskan untuk mencari cari air yang mungkin masih tersisah dimanapun juga, perjuangan pun terbayarkan karena ternyata masih ada 2 ember air bersih, kamipun membaginya untuk membersikan badan kami yang begitu gatal, usai mandi kamipun memutuskan untuk bersiap-siap tidur, namun tempat tidur kami bukanlah diruangan tertutup seperti didalam mess, kami hanya bisa tidur di ruangan terbuka dan berkontak langsung dengan angin malam yang terus menusuk kedalam tulang, namun kami mengacuhkan semua itu, akupun melihat jam di HP ku, tak terasa ternyata jamku telah menunjukan pukul 03.15, mataku yng saat itu menentangku untuk terlelap terus kupaksa terpejam, akhirnya iapun menyerah dengan perintahku.
Sebuah suarapun terdengar lagi “bangun...bangun semuanya...udah jam 07.30 pagi, ayo semuanya kumpul disini..!! ” teriakan itupun terdengar lagi, dengan sedikit memaksa mataku untuk membuka dirinya, akupun berusaha berdiri mengarah kesumber suara tersebut, kami semuapun saling bantu membangunkan teman yang masih menikmati tidurnya, setelah semua mahasiswa terkumpul beritapun disampaikan oleh teman yang ditugaskan menyampaikan berita tersebut, kami semua mendengarkan dengan sabar penjelasan dari informan tersebut, inti dari informasi yang kami dapatkan yaitu :
1. Untuk sementara kuliah diliburkan selama 1 minggu, Tunggu informasi selanjutnya mengenai kapan masuk kuliah lagi,
2. Bagi mahasiswa yang ingin pulang dipersilahkan untuk pulang,
3. Semua barang-barang diletakkan diruang pinus,
4.Bagi yang ingin meminta ganti rugi, silahkan meminta ke perusahaan masing-masing.
Usai mendengarkan informasi tersebut kamipun mulai memindahkan semua barang-barang kami keruangan yang telah ditentukan, “abrakadabra....semua barangpun usai dipindahkan”, perutpun menagih haknya, padahal pagi itu tak ada makanan sama sekali, tapi perut kami semua mulai bicara satu sama lainnya, makanan tak kunjung datang jua, harapan kami putus juga akhirnya melihat semua gedung-gedung yang dikelilingi air yang melebihi tinggi kami, ditambah lagi alirah listrik yang diputus, tak lupa juga air yang ikut berhenti mengalir, tapi yang paling sedih ketika perut kami bicara meminta hak mereka, tapi makanan pun tak ada, bahkan hanya untuk sekedar buang air besarpun tak ada, rasanya komplit sudah penderitaan kami, tak ada kata yang paling tepat saat itu kecuali MENGUNGSI, tak ada pendukung kehidupan disini, semua mahasiswa yang menetap di mess merasakan hal yang sama, kalau bahasa inggrisnya”SEINGGOK SEPEMUNYIAN, SENASIB SEPENANGGUNGAN”...tanpa diambil votingpun satu kesimpulan disepakati yaitu kita semua harus mengungsi ketempat yang lebih baik, dengan keuangan yang seadanya, dan pakaian seadanya juga, akhirnya semua sudah selesai berkemas untuk meninggalkan banjir yang begitu kejam merenggut ketenangan hidup di mess tercinta ATPK kami itu, perahu karet yang hanya ada satu itu pun turut menjadi saksi perjuangangan kami melawan banjir tersebut,satu persatu barangpun dipindahkan kedepan pintu gerbang BBS.
Semua barang sudah dibawa menggunakan perahu karet tersebut kedepan pintu gerbang namun perjuangan kami belum usai kami pun harus membawa barang kami masinng-masing ketempat yang tidak terkena banjir, yang jaraknya diperkirakan 400 meter, rasanya begitu sulit bertarung melawan panjangnya genangan air 400 meter tersebut, apalagi dengan ditambahnya barang yang sudah menempel dipundak kami masing-masing, semuanya terbayarkan ketika kilauan jalan yang masih kering itu berada didepan kami,apalagi ketika barang yang tadinya menempel dipundak kami, sekarang bisa kami letakkan ,tanpa harus menggendongnya lagi, pakaian yang kami kenakan masih terasa basah, beruntung kamipun menemukan tempat untuk mengganti pakaian yang masih bersih dan kering, pakaian inilah yang kami kenakan untuk mencapai tempat tujuan kami masing masing, bagi yang tidak memiliki kerabat ditanah jawa, mereka pun harus pulang ke pulau mereka masing masing, baik itu ke jambi, riau, medan, ataupun palembang,seperti yang terjadi dengan Aninda Belladina pratiwi, neng geulies ini harus pulang ke palembang karena ia tidak mempunyai kerabat dipulau jawa, namun aninda dapt termasuk orang yang beruntung hal itu dikarenakan mess putri berada di lantai atas, jadi mereka tidak kehilangan barang satupun, berbeda dengan Aninda sedangkan Hidayat Arifin memiliki kerabat di kota SERANG, jadi dayat bisa pergi mengungsi kesana tanpa harus pergi ke palembang, tapi ada juga yang pulang ke tanah jawa namun jaraknya hampir sama seperti pergi ke pulau sumatera, seperti teman-teman kami yang harus pulang ke jawa timur ( surabaya ), beruntung sekali bagi teman-teman kami yang hanya pulang di sekitar kota bandung seperti : tangerang, serang, bekasi, semarang, ataupun jogjakarta. Kata perpishan pun tak terelakkan lagi, satu persatu kamipun berpisah pergi ke tempat tujuan masing-masing, namun rasanya begitu sedih ketika harus mengucapkan “selamat jalan” pada teman-teman tercinta kami, namun itulah suratan takdir, jika kami melihat hanya dari sudut pandang negatifnya saja kemungkinan kami tidak akan mendapatkan hal yang berguna bagi kehidupan kami, namun kami semua melihat hal ini memiliki nilai positif yang nantinya berguna bagi kehidupan dimasa yang akan datang, dimulai dari bagaiman cara menumbuhkan rasa sosial kami terhadap masyarakat yang terkena banjir ataupun bencana alam lainnya, kami juga dapat menghargai dan menjaga lingkungan sekitar kami, tak lupa juga kenangan-kenangan yang tidak akan terlupakan dalam memori kami semua.
seperti kalimat “kun paya kun”, semua yang diinginkan allah, dalam sekejap dapat terjadi semua hal itu terbukti ketika banjir pun mengobrak-abrik mess kami untuk kedua kalinya, namun belajar dari kesalahan yang terdahulu, ketika melihat kondisi air sudah mulai naik membanjiri dinding sekitar BBS, kamipun semua dengan rasa hawatir, mulai memindahkan semua isi kamar kami tanpa terkecuali apapun itu, semua barangpun akhirnya sudah kami pindahkan ke lantai kedua yang tak mungkin banjir dapat mencapainya, tidak seperti banjir yang pertama hampir semua mahasiswa penghuni mess tidak bisa tidur termasuk saya sendiri, kamipun penasaran menunggu musuh yang sudah lama kami tunggu tak kunjung jua mendobrak dinding kokoh kami, namun sekitar pukul 00.30 merekapun tiba dan mulai menyerang ke mess kami, namun mereka tertipu ternyata mess kami sudah siap menyambut mereka, dengan kondisi mess yang sudah kosong, kamipun dengan senang hati menyambut mereka, tanpa ada rasa tegang sedikitpun, namun banjir kali ini masuk tidak terlalu cepat,debit airnya terhambat dikarenakan dinding tidak roboh melainkan hanya sedikit terangkat, jadi debit air masuk perlahan, dan kali ini tidak ada kerugian yang kami tanggung, karena kami sudah mempersiapkan diri untuk menangulangi banjir yang kedua ini. Seperti biasa ketika pagi menyambut kami dengan senyuman,kamipun membalas senyuman itu, dan bersiap untuk mengungsi ketempat yang sudah kami targetkan sendiri.

No comments:

Post a Comment